Sebenarnya
susah juga untuk mendefinisikan musik emo itu sendiri seperti apa.
Ironis memang, padahal kita gampang banget menstereotipkan seseorang
sebagai emo kids tapi di sisi lain susah banget buat kita untuk mendefinisikan musik emo itu sendiri.
Anyway, basicly kata
emo didapat dari kata “Emotional”, dan musik ini awalnya merupakan
salah satu anak-an dari musik punk. (pasti lo tau lah). Umumnya sih,
dituangkan ke dalam lirik yang emosional cenderung cengeng, melodius,
puitis dan dibalut dengan teriakan-teriakan luapan emosi, terutama emosi
yang tak terbendung setelah band metal anda selalu gagal lolos di
audisi acara-acara sunatan massal. (hehehe, tae ah!)
Genre
musik ini tuh mulai berkembang di akhir tahun 80an dan awal-awal 90an,
sebagai sesuatu “label” yang awalnya diberikan kepada band punk di
Washington DC saat itu, yang notabenenya memiliki permainan gitar lebih
keras dari kebanyakan band punk. Dan alhasil genre musik ini dikenal
sebagai musik “DC Punk”.
Pada tahun 1984 sejarah mencatat band hardcore-punk Hüsker Dü, sebuah band yang memberikan influence yang kuat pada band DC Punk lainnya kayak Faith, Rites of Spring dan Embrace. Merilis album keempat yang bertitel “Zen Arcade”. Album inilah yang menjadi sebuah album legenda saat itu.
Untuk informasi Embrace sendiri adalah band yang dibentuk oleh Ian MacKaye, yang sebelumnya menjadi vokalis band kenamaan Minor Threat.
Sementara
itu di sisi lain, walaupun Rites of Spring berhasil menghasilkan sebuah
full album dan satu EP, band ini tidaklah bertahan lebih dari 2 tahun.
Dan sebagai seorang rockstar, lead vocal Guy Picciotta merasa terpanggil untuk membentuk sebuah band baru lagi bernama Fugazi, yang nantinya band ini menjadi salah satu pionir di perkembangan musik emo.
Kekompleksan
musik plus vokal yang intens dan juga penulisan lirik yang introseptif
menghasilkan evolusi Emo dari tahun 1982 – 1992 dengan band–band seperti
INDIAN SUMMER, MOSS ICON, POLICY OF THREE, STILL LIFE dan NAVIO FORGE.
Dinamika
‘kekerasan’ sering terdengar dari grup–grup tersebut yang akhirnya
melahirkan band-band pioner baru Emo di evolusi berikutnya, yakni SAETIA
dan THURSDAY di tahun 1997. Secara vokal, band tersebut memiliki style
Emocore, dengan ciri terlalu sering memunculkan suara tangisan atau
malah teriak penuh penyesalan.
Perubahannya
Walaupun influence
dari Fugazi dan DC sound sangat substansial, sepanjang kita tahu, musik
emo sekarang tidak semata-mata terbentuk hanya dari hardcore scene. Karena dengan seiringnya bergesernya jaman, para musisi emo lainnya memunculkan musik emo dengan gaya yang lebih “lembek”.
Anehnya lagi, emo malah menjadi musik yang lebih lambat seiring dengan munculnya band seperti Sunny Day Real Estate (Seattle) dan Mineral (Texas).
Mereka mencampurkan komposisi musik yang lebih lambat, lembut, gaya
yang emosional, menggabungkan sound emocore dari Rites of Spring dan
inovasi musik Post Hardcore ala Fugazi.
Range musik ini pun makin luas seiring dengan suksesnya band-band macam At The Drive In, Jimmy Eat World, The Get Up Kids dan Thursday. Media mainstream pun makin tertarik untuk membahasnya dan hal ini pulalah yang membuat musik emo semakin pop (baca:populer).
The Used, Finch, Story of the Year, Funeral for a friend, sampai band emo akustik macam Dashboard Confessional dan Bright Eyes yang santer terdengar saat ini jelas menjadi suatu contoh yang signifikan dimana musik emo menjadi lebih pop.
“Hey They’re Not Emo, dude!”
Lebih
gilanya lagi, saat pionir-pionir lama band Emo angkat bicara. Mereka
menyatakan bahwa kebanyakan band-band yang terlanjur dan mencap dirinya
sebagai band emo tidak mempunyai ciri khas sebagai band emo. Nah lho!
Tapi yang jelas sih walaupun band-band tersebut dibilang bukan sebagai
bagian musik emo oleh para pencetusnya. Tapi tetep aja mereka disebut sebagai band emo oleh para fans, terutama oleh media-media mainstream yang ada.
Yang
jelas fenomena genre Emo ini akan terus berkembang seiring terus
berjalannya tingkatan depresi yang ada. Sebab pada dasarnya semua musik
yang ada selalu mengalami perkembangan, dan sebisa mungkin menghindari
stagnansi. Apalagi karena para artisnya selalu ingin mendobrak batasan-batasan yang ada, they always striving to be different, striving to be original. Dan tidak ada seorang true musician yang ingin “ put in a box” mereka selalu ingin “out of the box”.
Itulah
sebabnya banyak juga band-band yang menolak terjebak di dalam stereotip
“emo”, mereka menolak untuk di”label-kan”sebagai sebuah band emo,
contohnya band-band seperti Jimmy Eat World dan At the Drive In (bubar)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar